Ikhwah fillah rahimakumullah …
Mungkin antum semua pernah mendengar arti ayat Al Qur’an, “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Yang terdapat di Q.S. Al Insyirah. Apakah benar? Tentu saja benar! Karena Allah SWT Maha Benar. Lalu apakah antum percaya dengan ayat tersebut? Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena rasanya saya tidak berhak untuk mengajari antum semua. Tapi seperti kata pepatah, “Kalau punya ilmu atau pengetahuan, bagi-bagikanlah meskipun itu sedikit.”
Pada tanggal 10 Agustus 2008, Alhamdulillah saya diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk bersillaturrahim dengan seseorang yang luar biasa dan mengajari banyak hal. Untuk Mamah Ayi, Syukron ya atas ceritanya. Buat Mamah Ani juga, syukron karena sudah mengenalkan beliau kepada saya. Buat Miftah - Sipil 06, syukron udah nemenin.
Langsung cerita saja. Apa yang akan terjadi jika kita yang memiliki profesi sebagai seorang dokter tiba-tiba divonis memiliki penyakit berbahaya, misalnya kanker? Sebagai manusia biasa yang memiliki kadar keimanan yang berfluktuatif, pasti akan sangat berat menerima kenyataan tersebut. Secara, “gue kan dokter, masa harus punya penyakit seperti itu? Gak… gak… pasti Tuhan salah alamat dalam memberikan penyakit.” Atau misalnya “Hah? Gue kena kanker? Masa sih? Gue kan atlet. Sering olahraga dan menjaga makan serta pasokan gizi yang seimbang. Masa gue kena kanker. Tuhan, plis deh jangan coba membohong-bohongi hambamu yang atletik ini”. Mungkin juga kasusnya seperti ini, “Apa Dok? Saya kena kanker? Masa? Saya kan ilmuwan yang mempelajari tentang kanker. Dan saya berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Kenapa musti saya? O God …. Apa salah saya?”. Fase ini disebut fase MENOLAK.
Berbagai argumen pasti dikeluarkan untuk menyanggah kenyataan yang terjadi pada kita. Maksudnya kenyataan pahit. Tapi apa boleh buat, Tuhan itu tidak mungkin salah dalam merencanakan. Andai saja Dia salah dalam merencanakan perbandingan oksigen dan CO2 di atmosfer, meskipun hanya memiliki perbedaan yang bisa dikatakan “mendekati nol”, niscaya tidak akan ada kehidupan di dunia ini. Intinya apa pun yang terjadi pada kita, meskipun itu pahit terima saja. Pasti ada “sesuatu” dibalik peristiwa tersebut.
Jika sudah terbebas dari fase MENOLAK, biasanya langsung masuk fase MARAH, meskipun ada beberapa kasus langsung masuk fase MENERIMA. Di fase marah, orang-orang yang terkena kesulitan beranggapan bahwa Tuhan tidak adil, “Mengapa aku hidup di dunia? Lebih baik aku mati!”, dan berbagai kata-kata keputusasaan yang menambah kebencian kita terhadap Sang Pencipta. Jika kita tidak sabar, bisa saja seseorang mengakhiri hidupnya secara paksa dan tentu saja secara tidak terhormat serta tidak elit. (baca juga – Bunuh Diri, Cara Mati Tidak Elit). Intinya, kita tidak usah berlama-lama di fase ini. Langsung bertobat dan jangan putus asa. “Janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah …”.
Terakhir, masuklah kita pada fase MENERIMA. Menerima kenyataan yang terjadi pada diri kita. Terus, kaitannya dengan Q.S. Al Insyirah apa? Ketika kita menerima takdir Allah SWT, maka saatnya kita berusaha untuk mengubah apa yang terjadi pada diri kita. Jika kita sudah menerima bahwa kita mengidap kanker, ya sudah saatnya kita berikhtiar untuk mengobatinya. Sedikit mengutip kata-kata Mamah Ayi, “Jika ingin mendapatkan cahaya, ya buka jendelanya dong.”
Jika perubahan tidak terjadi pada diri kita meskipun sudah berusaha keras, setidaknya kewajiban kita untuk berikhtiar telah terpenuhi. Ketika kita yakin sepenuhnya kepada Allah SWT dan menerima ketentuan-Nya serta berusaha untuk berjuang, maka berlakulah ayat ini. Akan ada kemudahan dibalik kesulitan. Bahkan Allah berfirman sampai dua kali dan itu menandakan penegasan.
Saya sangat terharu sekali ketika Mamah Ayi yang baru saja sembuh kankernya, kemudian divonis bahwa kankernya tumbuh lagi. Terlebih ketika harus menyediakan uang sebesar 15 juta/pekan hanya untuk membeli obatnya saja. Dan hanya mampu “menambah umur” 6 minggu? Apa yang beliau lakukan? Beliau ini langsung mencari bantuan, mengirim email ke berbagai milis kesehatan, yayasan kanker, dan forum-forum lain di seluruh dunia! Akhirnya, dengan izin Allah SWT, sekaran beliau pun sudah bebas dari kanker tersebut.
Banyak sekali contoh orang-orang “kepepet”, kemudian total menyerahkan keputusan kepada Tuhannya disertai usaha, dan mereka berhasil. Saya jadi teringat kisah seorang WN Eropa (perempuan) yang tinggal memiliki satu ginjal dan ginjalnya rusak. Kata dokter, kemungkinannya 1:1.000.000 untuk menemukan orang yang tepat sebagai donornya. Akhirnya dengan sekuat tenaga dia berusaha dengan cara “chatting” dan akhirnya menemukan orang yang tepat! Kini orang yang menyumbangkan ginjalnya tersebut menjadi suaminya.
Jadi, ketika kita dihadapkan dalam sebuah masalah besar, terima saja. Dan langsung beranggapan bahwa ini adalah keputusan terbaik yang diberikan Allah SWT. Kita tinggal bersabar dan berusaha untuk mencari “KEMUDAHAN” dibalik KESULITAN yang sedang kita alami. Setelah semuanya terlewati, niscaya kita akan bersyukur. Sangat bersyukur. “Setengah dari iman itu adalah sabar dan separonya adalah syukur.” (Hadits)
Mungkin antum semua pernah mendengar arti ayat Al Qur’an, “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Yang terdapat di Q.S. Al Insyirah. Apakah benar? Tentu saja benar! Karena Allah SWT Maha Benar. Lalu apakah antum percaya dengan ayat tersebut? Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena rasanya saya tidak berhak untuk mengajari antum semua. Tapi seperti kata pepatah, “Kalau punya ilmu atau pengetahuan, bagi-bagikanlah meskipun itu sedikit.”
Pada tanggal 10 Agustus 2008, Alhamdulillah saya diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk bersillaturrahim dengan seseorang yang luar biasa dan mengajari banyak hal. Untuk Mamah Ayi, Syukron ya atas ceritanya. Buat Mamah Ani juga, syukron karena sudah mengenalkan beliau kepada saya. Buat Miftah - Sipil 06, syukron udah nemenin.
Langsung cerita saja. Apa yang akan terjadi jika kita yang memiliki profesi sebagai seorang dokter tiba-tiba divonis memiliki penyakit berbahaya, misalnya kanker? Sebagai manusia biasa yang memiliki kadar keimanan yang berfluktuatif, pasti akan sangat berat menerima kenyataan tersebut. Secara, “gue kan dokter, masa harus punya penyakit seperti itu? Gak… gak… pasti Tuhan salah alamat dalam memberikan penyakit.” Atau misalnya “Hah? Gue kena kanker? Masa sih? Gue kan atlet. Sering olahraga dan menjaga makan serta pasokan gizi yang seimbang. Masa gue kena kanker. Tuhan, plis deh jangan coba membohong-bohongi hambamu yang atletik ini”. Mungkin juga kasusnya seperti ini, “Apa Dok? Saya kena kanker? Masa? Saya kan ilmuwan yang mempelajari tentang kanker. Dan saya berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Kenapa musti saya? O God …. Apa salah saya?”. Fase ini disebut fase MENOLAK.
Berbagai argumen pasti dikeluarkan untuk menyanggah kenyataan yang terjadi pada kita. Maksudnya kenyataan pahit. Tapi apa boleh buat, Tuhan itu tidak mungkin salah dalam merencanakan. Andai saja Dia salah dalam merencanakan perbandingan oksigen dan CO2 di atmosfer, meskipun hanya memiliki perbedaan yang bisa dikatakan “mendekati nol”, niscaya tidak akan ada kehidupan di dunia ini. Intinya apa pun yang terjadi pada kita, meskipun itu pahit terima saja. Pasti ada “sesuatu” dibalik peristiwa tersebut.
Jika sudah terbebas dari fase MENOLAK, biasanya langsung masuk fase MARAH, meskipun ada beberapa kasus langsung masuk fase MENERIMA. Di fase marah, orang-orang yang terkena kesulitan beranggapan bahwa Tuhan tidak adil, “Mengapa aku hidup di dunia? Lebih baik aku mati!”, dan berbagai kata-kata keputusasaan yang menambah kebencian kita terhadap Sang Pencipta. Jika kita tidak sabar, bisa saja seseorang mengakhiri hidupnya secara paksa dan tentu saja secara tidak terhormat serta tidak elit. (baca juga – Bunuh Diri, Cara Mati Tidak Elit). Intinya, kita tidak usah berlama-lama di fase ini. Langsung bertobat dan jangan putus asa. “Janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah …”.
Terakhir, masuklah kita pada fase MENERIMA. Menerima kenyataan yang terjadi pada diri kita. Terus, kaitannya dengan Q.S. Al Insyirah apa? Ketika kita menerima takdir Allah SWT, maka saatnya kita berusaha untuk mengubah apa yang terjadi pada diri kita. Jika kita sudah menerima bahwa kita mengidap kanker, ya sudah saatnya kita berikhtiar untuk mengobatinya. Sedikit mengutip kata-kata Mamah Ayi, “Jika ingin mendapatkan cahaya, ya buka jendelanya dong.”
Jika perubahan tidak terjadi pada diri kita meskipun sudah berusaha keras, setidaknya kewajiban kita untuk berikhtiar telah terpenuhi. Ketika kita yakin sepenuhnya kepada Allah SWT dan menerima ketentuan-Nya serta berusaha untuk berjuang, maka berlakulah ayat ini. Akan ada kemudahan dibalik kesulitan. Bahkan Allah berfirman sampai dua kali dan itu menandakan penegasan.
Saya sangat terharu sekali ketika Mamah Ayi yang baru saja sembuh kankernya, kemudian divonis bahwa kankernya tumbuh lagi. Terlebih ketika harus menyediakan uang sebesar 15 juta/pekan hanya untuk membeli obatnya saja. Dan hanya mampu “menambah umur” 6 minggu? Apa yang beliau lakukan? Beliau ini langsung mencari bantuan, mengirim email ke berbagai milis kesehatan, yayasan kanker, dan forum-forum lain di seluruh dunia! Akhirnya, dengan izin Allah SWT, sekaran beliau pun sudah bebas dari kanker tersebut.
Banyak sekali contoh orang-orang “kepepet”, kemudian total menyerahkan keputusan kepada Tuhannya disertai usaha, dan mereka berhasil. Saya jadi teringat kisah seorang WN Eropa (perempuan) yang tinggal memiliki satu ginjal dan ginjalnya rusak. Kata dokter, kemungkinannya 1:1.000.000 untuk menemukan orang yang tepat sebagai donornya. Akhirnya dengan sekuat tenaga dia berusaha dengan cara “chatting” dan akhirnya menemukan orang yang tepat! Kini orang yang menyumbangkan ginjalnya tersebut menjadi suaminya.
Jadi, ketika kita dihadapkan dalam sebuah masalah besar, terima saja. Dan langsung beranggapan bahwa ini adalah keputusan terbaik yang diberikan Allah SWT. Kita tinggal bersabar dan berusaha untuk mencari “KEMUDAHAN” dibalik KESULITAN yang sedang kita alami. Setelah semuanya terlewati, niscaya kita akan bersyukur. Sangat bersyukur. “Setengah dari iman itu adalah sabar dan separonya adalah syukur.” (Hadits)
Sign up here with your email
10 comments
Write commentsalhamdulillah, kemarin dapat pencerahan ya...
Replybergaullah dengan pedagang parfum, maka engkau akan tertular harumnya...bukan begitu ?
semoga kita semua bisa terus meningkatkan keikhlasan, kepasrahan, ketawakalan kita dengan mudah bersyukur setiap saat dan bisa bersabar dalam situasi apapun, amin
Amin. . . . Betul sekali!
Replytapi saya bukan pedagang parfum...ihik...3x
Replybtw anyway...kunaon latarnya hitam kasep?
mah ayi
Hehe... diriku tidak bilang pedagang parfum y... ^_^.
ReplyTadinya mw wrna putih, cuman layoutnya ga ada yg seru. Jd'y warna htm deh. Lebih elegan.
Hehe... diriku tidak bilang pedagang parfum y... ^_^.
ReplyTadinya mw wrna putih, cuman layoutnya ga ada yg seru. Jd'y warna htm deh. Lebih elegan.
"O God …. Apa salah saya?"
Replyoping sempet bilang ky gitu sih hehehe. oping buta warna. dan itu ngehambat proses oping masuk kerja. krn tiap medcheck hampir selalu ada tes buta warna. "diantara 500 wanita kenapa harus saya yg kena disability ini?" tapi pasti allah punya alasan yang bagus knp kita ditakdirkan seperti itu.
btw kandidat no.1 landslide tuh. 64% ktnya... sayang sekali ya... (berharap yg laen yg menang hahaha)
Tenang aja oping. Saya juga buta warna kok. Tapi parsial. Ya! Mungkin harus ngafalin buku buta warna sebelum masuk kerja. hehe
Reply^_^.
ide bagus.... loh... ktnya anak teknik... ko bisa lolos tes buta warna??? oping juga dulu pin masuk FSRD gr2 buta warna ditolak nih... hehehe
Replyo_O atu ambah atuh.,,
Replysama tamrin suka warna hitam toz :)
hehe ketauan gelly deh ... warna kesukaanku. ^_^.
Reply