Sholat Tarawih


📚 PERMATA SUNNAH 📚

📑 EDISI : RAMADHAN

✒ Shalat Tarawih dengan 23 Rakaat
📜

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:

🔊 Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

🔉 Pada pembahasan sebelumnya telah kita sebutkan tentang shalat tarawih termasuk di dalamnya jumlah rakaat shalat tarawih. Insya Allah kita lanjutkan dengan pembahasan Shalat Tarawih dengan 23 Rakaat.

🔉 Pendapat yang menyebutkan jumlah raka’at shalat tarawih adalah 23 raka’at adalah pendapat yang lemah (dla’if) berdasarkan penelitian dari para pakar ahli hadits. Diantara hadits yang dijadikan hujjah diantaranya adalah :

1⃣ Dari Yazid bin Ruman beliau berkata : “Manusia menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadlan pada masa ‘Umar bin
Khaththab radliyallaahu ‘anhu 23 raka’at” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa’’ no. 252).

# Sanad hadits ini terputus (munqathi’). Imam Al-baihaqi berkata : “Yazid bin Ruman tidak menemui masa Umar” (Nashbur-Rayah 2/154). Kesimpulannya : hadits ini lemah (dla’if).

2⃣ Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma berkata : “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat di bulan Ramadlan 20 raka’at dan witir” (HR. Thabarani dalam Mu’jamul-Ausath no. 802 dan 1/243, dan dalam Al-Mu’jamul-Kabiir no. 11934).

# Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata : “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini kecuali Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali dengan sanad ini saja” (Al-Mu’jamul-Ausath 1/244). Dalam kitab Nashbur-Rayah (2/153) dijelaskan : “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman adalah perawi yang lemah menurut kesepakatan, dan dia telah
menyelisihi hadits yang shahih riwayat Abu Salamah, sesungguhnya beliau bertanya pada ‘Aisyah : Bagaimana shalat Rasulullah di bulan Ramadlan? (yaitu dalil pada poin b di atas). Syaikh Al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini palsu (maudlu’). (lihat Adl-Dla’iifah 2/35 no. 560 dan Irwaaul-Ghalil 2/191 no. 445).

3⃣ Dari Dawud bin Qais dan yang lainnya, dari Muhammad bin Yusuf, dari As-Sa’ib bin Yazid ia berkata : “Umar radliyallaahu ‘anhu mengumpulkan orang-orang di bulan Ramadlan (untuk melaksanakan shalat tarawih) yang diimami oleh Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Daari dengan 21 raka’at. Mereka membaca (surat-surat) Al-Mi’iin (= surat yang berjumlah lebih
dari 100 ayat) dan pulang di ambang fajar” (Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 7730).

# Atsar ini pun tidak terlepas dari kelemahan, diantaranya adalah bahwa orang-orang yang meriwayatkan dari ‘Abdurrazzaq lebih dari satu orang, salah satunya adalah rawi yang bernama Ishaq bin Ibrahim bin ‘Abbad Ad-Dabari. Disinilah letak kelemahannya. Ishaq telah menyalahi riwayat orang yang lebih tsiqah (terpercaya) daripada dia. Walhasil, hadits ini pun berderajat munkar dan mushahhaf (keliru).

⚠ Catatan : Apabila kaum muslimin tetap bersikeras melakukan shalat tarawih dengan 23 raka’at (walaupun pendapat ini adalah lemah), maka mereka tetap harus mengerjakannya secara thuma’ninah. Karena tidak jarang mereka yang melakukan 23 raka’at, shalat tarawih dilakukan dengan sangat cepat dan tidak thuma’ninah. Dan bahkan ada diantara mereka yang membaca Al-Fatihah dengan satu nafas.

👉 Padahal Allah telah memerintahkan dalam membaca Al-Qur’an :
وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا ٤

“dan bacalah Al-Qur’an itu secara perlahanlahan/ tartil” ( QS. Al-Muzammil : 4).

👉 Diantara mereka juga ada yang melakukan rukuk dan sujud seperti patukan ayam (karena cepatnya – tidak thuma’ninah), padahal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda : “Tidak sah shalat seseorang hingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud” (HR. Abu Dawud no. 855, Nasa’i dalam Al-Kubra no. 699, Tirmidzi no. 265, dan Ibnu Majah no. 870; dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykatul-Mashaabih 1/153).

👉 Dalam hadis disebutkan, “Beliau melihat seorang laki-laki yang tidak menyempurnakan ruku’-nya dan mematuk di dalam sujudnya ketika shalat. Kemudian beliau bersabda,”Sekiranya orang ini mati dalam keadaan seperti ini, niscaya ia mati bukan pada millah (agama) Muhammad [karena ia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah]. Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan mematuk di dalam sujudnya seperti orang yang lapar makan satu buah kurma dan dua buah kurma yang tidak memberikan manfaat apa-apa baginya” (HR. Abu Ya’la dalam Musnad 340/1, 349/1; dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabiir 1/192/1 dengan sanad hasan. Lihat Ashlu Shifati Shalatin-Nabiyy oleh Syaikh Al- Albani halaman 642).

👆 Maka selayaknyalah kaum muslimin tetap melaksanakan dengan khusyu’, thuma’ninah, dan sesuai dengan contoh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam

Wallahu Waliyyut Taufiq.

الله أعلم بالصواب
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

🔄 Referensi :
- "Ensiklopedi Fiqh Praktis Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah " Karya Syaikh Husain bin 'Audah Al-'Awaisyah
- “Ringkasan Hukum-Hukum Puasa” Karya Al Akh Al Fadhil Abu Al-Jauzaa’

📝 Admin Grup Permata Sunnah

♻ Silahkan disebar kiriman ini, semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah. Jazakumullahu Khairan.
Previous
Next Post »
"Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).