Dalil Bolehnya Mengucapkan Selamat Natal

Ada orang yang bedalil dengan al-Quran untuk membolehkan ucapan selamat natal. Bagaimana sikap kita?

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, amma ba'du,

Ada dua prinsip yang perlu kita perhatikan ketika berdalil,

Pertama, keabsahan dalil.

Sebelum menggunakan dalil, kita perlu memastikan kesahihan dalil yang kita gunakan. Dalil yang shahih ada dua: al-Quran dan hadis shahih.

Kedua, cara berdalil yang benar.

Ini bagian yang tidak kalah penting dengan yang pertama. Ketika seseorang telah memiliki dalil yang shahih, dia harus memastikan bahwa cara dia dalam menyimpulkan dalil itu adalah cara yang benar, sehingga tidak menimbulkan pemikiran yang menyimpang.

Kita bisa perhatikan, hampir semua aliran menyimpang yang ada di sekitar kita, semuanya menyebutkan dalil, baik dari al-Quran maupun hadis shahih. Karena secara naluri, setiap manusia ingin menyesuaikan dirinya dengan dalil. Dan dalil inilah yang menjadi umpan mereka untuk menarik para simpatisan dan anggotanya.

Kita bisa perhatikan, dalam mendukung kesesatannya, Ahmadiyah (Baca: Kisah Mubahalah dengan Mirza Ghulam Ahmad)berdalil dengan firman Allah,

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

"Muhammad bukanlah bapak dari kalian, namun beliau adalah Rasulullah dan khatam para nabi." (al-Ahzab: 40)

Menurut mereka, khatam artinya cincin. Sehingga status beliau adalah perhiasan bagi para nabi dan bukan penghujung para nabi. Sehingga membuka peluang untuk munculnya nabi berikutnya. Subhanallah, Maha Suci Allah dengan adanya makna semacam ini dalam al-Quran.

Demikian pula syiah (Baca: Ajaran Syiah), mereka menghalalkan nikah dengan menggunakan dalil firman Allah,

فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً

Jika kalian telah menikmati mereka (para wanita), maka berikanlah maharnya sebagai bentuk kewajiban. (QS. an-Nisa: 24).

Padahal ayat ini berbicara tentang kewajiban suami memberikan mahar, setelah dia berhubungan dengan istrinya. Bukan dalil pembenar mut'ah.

Tidak berbeda, LDII, NII, dan aliran sebangsanya. Mereka membenarkan prinsip mereka dengan dalil ayat al-Quran,

يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ

Pada hari di mana semua manusia dipanggil bersama imam mereka. (QS. al-Isra: 71).

Menurut mereka setiap manusia harus punya imam. Dan orang yang paling berhak menjadi imam adalah para pemuka aliran mereka.

Padahal makna kata imam dalam ayat itu adalah kitab catatan amal. Sebagaimana ditunjukkan di lanjutan ayat dan juga firman Allah di surat Yasin ayat 12.

Termasuk mereka yang rajin bom bunuh diri dan pembela ISIS. Untuk membenarkan aksi terornya, mereka berdalil dengan firman Allah,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ

Bunuhlah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah (kekufuran), dan semua agama hanya menjadi milik Allah. (QS. al-Anfal: 39).

Mereka beranggapan, semua elemen pemerintah yang tidak menggunakan hukum Allah maka mereka semua kafir dan halal darahnya. Sehingga mereka tega membantai umat islam, atas nama jihad.
Dalil al-Quran tentang Bolehnya Ucapan Selamat Natal

Kita layak untuk terheran ketika ada orang yang membenarkan ucapan selamat natal dengan memaksa dalil al-Quran. Ayat yang mereka korbankan untuk mendukung natal, firman Allah,

وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

"Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa 'alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali" (QS. Maryam: 33)

Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun…

Kita layak menyebutnya sebagai musibah, ketika ada orang islam yang memaksa al-Quran untuk membenarkan acara kekufuran.

Menurutnya, Allah memberi keselamatan untuk Nabi Isa di hari kelahirannya, kematiannya, dan ketika beliau dibangkitkan. Maka kita layak memberi ucapan selamat atas kelahiran Isa yang itu diperingati setiap 25 Desember.

Seharusnya mereka berfikir, mana bukti bahwa Nabi Isa dilahirkan tanggal 25 Desember? Adakah ahli sejarah yang bisa membuktikannya? Ataukah hanya doktrin tanpa bukti, sekalipun banyak pakar theologi yang mengingkarinnya.

Seharusnya mereka berfikir, sejatinya natal tidak hanya sebatas memperingati kelahiran Isa. Natal bagian dotrin agama, menjadi momen bagi orang kafir untuk menyembah tuhan mereka.

Jika mereka bersikap adil, seharusnya mereka juga mengucapkan selamat untuk kematian Nabi Isa. Karena dalam ayat di atas dinyatakan,

"Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa 'alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal …"

Seharusnya mereka berfikir, bahwa di surat Maryam juga, Allah sangat murka kepada orang yang menganggap Allah punya anak,

تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا . أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا

Hampir saja langit runtuh, bumi pecah, dan gunung beterbangan. Karena mereka menganggap ar-Rahman punya anak. (QS. Maryam: 90 – 91)

Bagaimana Tafsir yang Benar?

Anda bisa simak beberapa keterangan ahli tafsir berikut,

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

"dalam ayat ini ada penetapan ubudiyah Isa kepada Allah, yaitu bahwa ia adalah makhluk Allah yang hidup dan bisa mati dan beliau juga akan dibangkitkan kelak sebagaimana makhluk yang lain. Namun Allah memberikan keselamatan kepada beliau pada kondisi-kondisi tadi (dihidupkan, dimatikan, dibangkitkan) yang merupakan kondisi-kondisi paling sulit bagi para hamba. Semoga keselamatan senantiasa terlimpah kepada beliau" (Tafsir Al Qur'an Al Azhim, 5-230)

Al Qurthubi menjelaskan,

"[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku] maksudnya keselamatan dari Allah kepadaku -Isa-. [pada hari aku dilahirkan] yaitu ketika di dunia (dari gangguan setan, ini pendapat sebagian ulama, sebagaimana di surat Al Imran). [pada hari aku meninggal] maksudnya di alam kubur. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] maksudnya di akhirat. karena beliau pasti akan melewati tiga fase ini, yaitu hidup di dunia, mati di alam kubur, lalu dibangkitkan lagi menuju akhirat. Dan Allah memberikan keselamatan kepada beliau di semua fase ini, demikian yang dikemukakan oleh Al Kalbi" (Al Jami Li Ahkamil Qur'an, 11/105)

Ath Thabari rahimahullah menjelaskan,

"Maksudnya keamanan dari Allah terhadap gangguan setan dan tentaranya pada hari beliau dilahirkan yang hal ini tidak didapatkan orang lain selain beliau. Juga keselamatan dari celaan terhadapnya selama hidupnya. Juga keselamatan dari rasa sakit ketika menghadapi kematian. Juga keselataman kepanikan dan kebingungan ketika dibangkitkan pada hari kiamat sementara orang-orang lain mengalami hal tersebut ketika melihat keadaan yang mengerikan pada hari itu" (Jami'ul Bayan Fi Ta'wilil Qur'an, 18/193)

Al Baghawi rahimahullah menjelaskan,

"[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan] maksudnya keselamatan dari gangguan setan ketika beliau lahir. [pada hari aku meninggal] maksudnya keselamatan dari syirik ketika beliau wafat. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] yaitu keselamatan dari rasa panik" (Ma'alimut Tanzil Fi Tafsiril Qur'an, 5/231)

Dalam Tafsir Al Jalalain (1/399) disebutkan: "[Dan keselamatan] dari Allah [semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali]"
As Sa'di menjelaskan: "Maksudnya, atas karunia dan kemuliaan Rabb-nya, beliau dilimpahkan keselamatan pada hari dilahirkan, pada hari diwafatkan, pada hari dibangkitkan dari kejelekan, dari gangguan setan dan dari dosa. Ini berkonsekuensi beliau juga selamat dari kepanikan menghadapi kematian, selamat dari sumber kemaksiatan, dan beliau termasuk dalam daarus salam. Ini adalah mu'jizat yang agung dan bukti yang jelas bahwa beliau adalah Rasul Allah, hamba Allah yang sejati" (Taisir Kariimirrahman, 1/492)

Mana ada ulama tafsir yang membolehkan selamat natal?

Allahu a'lam.

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Previous
Next Post »
"Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).