Indah pada waktunya

Banyak orang yang bilang, “Semuanya akan indah pada waktunya…” Sayangnya kebanyakan dari kita semua tidak tahu (atau tidak menyadarinya) kapan waktu indah tersebut datang. Lebih tepatnya perasaan yang kita rasakan ketika waktu itu datang. Tentunya selain perasaan bahagia. Mari kita merenung sejenak dan mencoba mengingat kembali masa lalu, terutama ketika kita dihadapkan dalam suatu keputusan penting dalam hidup. Misalnya ketika akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, memulai karir, memilih pasangan, dan membangun sebuah rumah tangga.

Mari kita simak sebuah contoh singkat tentang hidup saya (sebetulnya banyak kisah-kisah orang terkenal, tapi mari kita simak kisah segar lainnya). Dulu ketika kelas 3 SMA (4,5 tahun yang lalu), saat itu sedang ramai-ramainya informasi beasiswa belajar ke Negri Sakura, Jepang. Siapa coba yang gak mau sekolah disana? Semuanya dibayarin, jadi kita tinggal belajar dan berprestasi (setidaknya itu informasi yang saya tangkap saat itu, cmiiw).

Saya dan beberapa kawan tertarik sekali untuk mengikuti seleksinya. Beruntung ada teman yang melek internet, jadi kami semua bergantung padanya mengenai informasi beasiswa tersebut. Singkat cerita, kami semua yang berminat telah mendaftar dan akan mengikuti tes tulis di salah satu universitas terbaik di Indonesia. Kami pun “turun gunung” untuk mengikuti tes tulis, berharap dapat lulus ke tahap berikutnya. Lebih jauh lagi, harapan kami adalah bisa mendapatkan beasiswa tersebut.

Tes pun selesai dan hasilnya telah keluar di hari berikutnya. Saya tidak ingat, tapi kalau tidak salah, semua teman-teman dan termasuk saya, tidak berhasil mengikuti tahap selanjutnya. Jujur saja, dalam hati saya kecewa. Padahal ingin sekali meneruskan kuliah di Jepang. Seperti kata pepatah, “Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.” Dulu saya belum tahu pepatah ini, jadi masih kecewa.

Karena kecewa, akhirnya saya dan beberapa teman yang lain kemudian bersungguh-sungguh mengikuti seleksi lain. Meski pada akhirnya ada juga beberapa teman yang “gugur” saat mengikuti seleksi lain. Waktu pun berlalu dengan cepat dan 4,5 tahun kemudian… Cerita kami berubah 180 derajat.

Alhamdulillah, saya sudah menyelesaikan belajar di Teknik Perminyakan ITB, beberapa teman lain bahkan sudah ada yang lulus terlebih dahulu dari UNPAD karena mengambil program percepatan. Beberapa lagi sudah ada yang lulus dari UI, STAN, dll. Ada yang sudah bekerja jadi PNS, PNSw, pengusaha, bahkan ada yang sudah punya anak. Luar biasa.

Lalu saya mengingat kembali potongan sejarah 4,5 tahun yang lalu, dimana saat itu saya sangat kecewa karena tidak behasil mendapatkan beasiswa tersebut. Sekarang, yang bisa saya lakukan adalah menertawakan tingkah laku saya saat itu. Dan baru saya sadari bahwa “Indah pada waktunya” terjadi ketika saya menertawakan masa lalu saya.

Kini, ketika sudah lulus dan mencoba mencari rupiah sana-sini namun belum berhasil, saya hanya bergumam dalam hati, “Suatu saat dimasa depan, saya akan menertawakan tingkah laku saya saat ini…” Setidaknya, setelah menulis tulisan ini, saya hanya ingin berbagi bahwa “Indah pada waktunya” dapat Anda temui ketika Anda menertawakan masa lalu Anda….

Dan saat Anda menertawakan masa lalu Anda, Anda akan merasa sangat bahagia dan bersyukur atas pilihan-Nya. Bahwa rencana-Nya merupakan rencana terbaik buat Anda. Yang perlu kita perbuat adalah melakukan yang terbaik dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT…
Previous
Next Post »
"Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).