Setiap orang pasti pernah mengalami masa ini. Dan kadang kita akan merindukan masa kekanak-kanakan kita. Ketika itu, hidup seperti tidak ada beban. Mau apa pun dikasih. Kalo gak dikasih, senjata utamanya adalah nangis. Tapi, ketika kita sudah agak gede dikit semuanya berubah. Mau minta sesuatu pasti diceramahin dulu. Udah gitu, orang yang umurnya paling tua harus berusaha mengalah. Rasanya masa kecil adalah kehidupan surga yang tidak mengenal bidadari (maksudnya belum ngerti apa-apa).
Ketika kita sudah dianggap menjadi orang yang lebih tua, kita dituntut untuk bisa mandiri, bekerja sendiri, dan menelan mentah-mentah semua permasalahan hidup. Tanpa disadari, ketika kita tidak berani siap menerima semua permasalahan maka kita akan mendapatkan penyakit STRESS. Kalau dibandingkan dengan anak kecil, apakah ada anak kecil yang stress? Mungkin ada, tapi jumlahnya tidak sebanyak orang-orang dewasa.
Temans, ternyata kita masih membutuhkan sifat kekanak-kanakan yang dulu pernah ada pada diri kita. Jangan sampai kita membuang, mengubur, membakar, dan membunuh sifat kekanak-kanakan yang ada pada diri kita. Sifat tersebut sangat berguna, tentunya harus digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam kesempatan kali ini, saya ingin menceritakan penggunaan sifat kekanak-kanakan dalam belajar.
Anak kecil memiliki daya tarik yang luar biasa terhadap sesuatu masalah yang baru. Dia akan banyak bertanya, tidak banyak protes, riang, gembira, sangat senang ketika bisa mendapatkan ilmu yang baru, dan berbagi ilmu kepada sesamanya dengan cara menceritakan apa yang didapatkan dengan bahasa yang sederhana. Coba bayangkan dengan orang dewasa yang sedang belajar. Saya ambil kelas saya di kampus. Ketika dosen berkata, “Ada yang ditanyakan?“. Semua mahasiswa di kelas diam. Sunyi, sepi, seolah-olah hanya dosen sendirian. Tapi ketika dosen menerangkan, pasti ada yang ngobrol. Dan menurut saya, bentuk ngobrol tersebut merupakan salah satu bentuk komentar akan ketidakpuasan mahasiswa terhadap materi yang disampaikan dosen.
Intinya, kadang kita harus memposisikan diri kita sebagai anak kecil ketika belajar di kelas. Maksudnya harus ngompol di kelas, nangis, dan ribut? Bukan itu! Tapi kita harus memposisikan minat kita seperti minat anak kecil yang haus akan ilmu pengetahuan. Intinya seperti itu. Aduh… saya jadi bingung harus ngelanjutin tulisan ke mana. Yo wis lah, pokoke kayak gitu. Ingat, posisikan minat belajar kita sebagai anak kecil ketika ada di kelas. Jangan lupa bawa popok kalo kebelet di kelas... (Jah.....)
Ketika kita sudah dianggap menjadi orang yang lebih tua, kita dituntut untuk bisa mandiri, bekerja sendiri, dan menelan mentah-mentah semua permasalahan hidup. Tanpa disadari, ketika kita tidak berani siap menerima semua permasalahan maka kita akan mendapatkan penyakit STRESS. Kalau dibandingkan dengan anak kecil, apakah ada anak kecil yang stress? Mungkin ada, tapi jumlahnya tidak sebanyak orang-orang dewasa.
Temans, ternyata kita masih membutuhkan sifat kekanak-kanakan yang dulu pernah ada pada diri kita. Jangan sampai kita membuang, mengubur, membakar, dan membunuh sifat kekanak-kanakan yang ada pada diri kita. Sifat tersebut sangat berguna, tentunya harus digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam kesempatan kali ini, saya ingin menceritakan penggunaan sifat kekanak-kanakan dalam belajar.
Anak kecil memiliki daya tarik yang luar biasa terhadap sesuatu masalah yang baru. Dia akan banyak bertanya, tidak banyak protes, riang, gembira, sangat senang ketika bisa mendapatkan ilmu yang baru, dan berbagi ilmu kepada sesamanya dengan cara menceritakan apa yang didapatkan dengan bahasa yang sederhana. Coba bayangkan dengan orang dewasa yang sedang belajar. Saya ambil kelas saya di kampus. Ketika dosen berkata, “Ada yang ditanyakan?“. Semua mahasiswa di kelas diam. Sunyi, sepi, seolah-olah hanya dosen sendirian. Tapi ketika dosen menerangkan, pasti ada yang ngobrol. Dan menurut saya, bentuk ngobrol tersebut merupakan salah satu bentuk komentar akan ketidakpuasan mahasiswa terhadap materi yang disampaikan dosen.
Intinya, kadang kita harus memposisikan diri kita sebagai anak kecil ketika belajar di kelas. Maksudnya harus ngompol di kelas, nangis, dan ribut? Bukan itu! Tapi kita harus memposisikan minat kita seperti minat anak kecil yang haus akan ilmu pengetahuan. Intinya seperti itu. Aduh… saya jadi bingung harus ngelanjutin tulisan ke mana. Yo wis lah, pokoke kayak gitu. Ingat, posisikan minat belajar kita sebagai anak kecil ketika ada di kelas. Jangan lupa bawa popok kalo kebelet di kelas... (Jah.....)
Sign up here with your email
6 comments
Write commentshuee.. jadi kangen masa kecil.. :(
Replyhihi.. ternyata sama yaah.. ga di kampusku, di kampusmu, di skl.. sama" kalo ditanya dosen pasti diem smua. hehe..
anak kecil tuh kalau belum ketemu jawabannya trus diulik, trus nanya..kalau belum memuaskan akan terussss nanya
Replyini apa...itu apa...knapa???
kalau ibunya lagi masak, atau lagi ngerjain apaaa aja suka ujug ujug narik rok...ini apa, ini apa...pokoknya saat itu juga kudu ketemu jawaban yang bikin dia penasaran,
bahkan...kalau perlu, kamar mandipun digedor gedor....untuk segera dapat jawaban kepenasarannannya.....hebat nggak tuh si anak kecil...
Pengen jadi anak anak lagi ah biar ga STRESS ky skarang...-yup-
Replywaktu masih kecil saya juga bukan orang yang antusias kayanya...
Replyagak sedikit so tau sih iya,hehe
makin ke sini makin malas belajar...huhu gimana dunks obatnya???
Anak kecil itu, sering dicubit cewek cantik. "Ih lucu...deh", itu yg masi sy ingat. ^_^
Replyeuh....maunya yg bagian dicubit cewekkkk
Reply