Kisah Dukuh Lagetang Tahun 1955

# Jika Maksiat Tidak Lagi Di Ingkari #

Dukuh Legetang adalah sebuah dukuh yg terletak tak jauh dari dataran tinggi Dieng-
Banjarnegara, Penduduknya cukup makmur. Mereka adalah para petani sukses. Tetapi sayangnya melimpahnya materi tersebut tak diiringi dengan kesyukuran. Mereka seakan lupa diri.

Berbagai kesuksesan duniawi yg berhubungan dengan pertanian menghiasi dukuh Legetang. Apabila di daerah lain tidak panen tetapi mereka panen berlimpah. Kualitas buah/sayur yg dihasilkan juga lebih dari yang lain.

Namun barangkali ini merupakan "istidraj". Masyarakat dukuh Legetang umumnya ahli maksiat. Perjudian merajalela, begitu pula minum-minuman keras. Tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger, sebuah kesenian yg dibawakan oleh para penari perempuan, dan sering berujung dgn perzinaan. Beragam kemaksiatan lain pun sudah sedemikian parah di dukuh Legetang.

Pada suatu malam, turun hujan dengan lebat sementara masyarakat Legetang tenggelam dalam kemaksiatan. Tengah malam hujan reda. Suara sunyi. Tiba-tiba terdengar suara "buum". Pagi harinya masyarakat disekitar dukuh Legetang menyaksikan bahwa Gunung Pengamun-amun sudah terbelah, dan belahannya itu ditimbunkan ke dukuh Legetang.

Dukuh Legetang yg tadinya berupa lembah itu bukan hanya rata dengan tanah, tetapi menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya tewas.

Seandainya gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran itu hanya akan menimpa dibawahnya. Akan tetapi kejadian ini bukan longsornya gunung. Antara dukuh Legetang dan gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yg sampai sekarang masih ada.

"…Maka kalo kita sudah tinggal di suatu komunitas, isinya di situ maksiat, dan tidak ada yang mengingkari maksiat tersebut, siap-siap. Siap-siap apa ustadz ? pindah cepet-cepet…." Kata Ust Abdullah Zen, MA

http://salamdakwah.com/videos-detail/kisah-dukuh-legetang.html

# Jika Maksiat Tidak Lagi Di Ingkari #
Previous
Next Post »
"Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).