Tatkala Doa Tidak Ada Pengaruhnya
Demikian pula doa, sesunggunya dia termasuk penyebab yang paling kuat dalam menolak al-makruh (sesuatu yang tidak disukai) dan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Namun terkadang doa tidak ada pengaruhnya dikarenakan:
1. Lemahnya doa yang dia panjatkan karena dia mendoakan sesuatu yang tidak Allah Ta'ala sukai dan pada doa itu terkandung permusuhan.
2. Lemahnya qalbu yang tidak menghadap kepada Allah Ta'ala dan tidak mencurahkan pikiran sepenuhnya ketika berdoa. Maka kedudukan doa tersebut seperti busur yang tali busurnya sudah kendor, yang tatkala dilepaskan anak panah akan melesat dengan lemah.
3. Adanya penghalang dari terkabulnya doa. Di antaranya mengkonsumsi sesuatu yang haram, noda-noda dosa di dalam qalbu, dirinya penuh dengan kelalaian, syahwat, perbuatan sia-sia, yang itu semua menguasai dirinya.
Sebagaimana disebutkan dalam Mustadrak al-Hakim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, dari nabi shallallahu'alaihi wasallam,
"Berdoalah kepada Allah, sedangkan engkau merasa yakin akan dikabulkan." (Riwayat Hakim)
Dari Abdullah bin Amr bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Hati itu laksana wadah dan sebahagian wadah ada yang lebih besar dari yang lainnya, maka apabila kalian memohon kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya sedangkan kamu merasa yakin akan dikabulkan karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai." (Musnad Ahmad 2/177, Mundziri dalam kitab Targhib 2/478, Al-Haitsami dalam Majma Zawaid 10/148)
Ketahuilah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan mengabulkan doa dari qalbu yang lalai. Doa adalah obat yang bermanfaat untuk menghilangkan penyakit atau masalah. Akan tetapi lalainya qalbu dari Allah Azza wa Jalla akan meruntuhkan kekuatan doa tersebut. Demikian pula mengkonsumsi sesuatu yang haram akan meruntuhkan kekuatan doa dan akan melemahkannya.
Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, dari nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ! إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ. فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِن الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ. وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik, dan Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman apa yang Dia perintahkan terhadap para rasul. Allah berfirman, 'Wahai para rasul, makanlah makanan yang baik-baik dan berbuatlah amalan shalih, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui segala yang kalian perbuat.' Dan Allah berfirman, 'Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang Kami rizkikan kepada kalian.' Kemudian beliau menyebutkan tentang seseorang yang menempuh perjalanan panjang dalam keadaan kusut masai rambutnya dan berdebu, menadahkan kedua tangannya ke langit, 'Wahai Rabbku, wahai Rabbku!', sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan disuapi dengan sesuatu yang haram. Bagaimana bisa dikabulkan doanya?" (HR. Muslim no. 1015)
Dan Abdullah ibnu Ahmad menyebutkan di dalam kitab az-Zuhd milik bapaknya,
"Tatkala Bani Israil terkena bencana, merekapun keluar menuju suatu tempat. Maka Allah Azza wa Jalla mewahyukan kepada nabinya untuk mengkabarkan kepada mereka: Bahwasanya keluarnya kalian ke tempat yang tinggi untuk berdoa dengan badan yang najis, mengangkat tangan-tangan kalian yang berlumuran darah, dan kalian penuhi rumah-rumah kalian dari barang haram. Apakah sekarang kalian datang ketika bertambah dahsyat kemarahan-Ku atas kalian? Dan tidaklah akan bertambah dariku kecuali kejauhan."
Berkata Abu Dzar radhiyallahu'anhu, "Doa itu perlu kebajikan sebagaimana makanan perlu garam."
(Dinukil dari kitab ad-Da`u wad Dawa` aw al-Jawabul Kaafi, Penulis al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, hal. 7-8)
Demikian pula doa, sesunggunya dia termasuk penyebab yang paling kuat dalam menolak al-makruh (sesuatu yang tidak disukai) dan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Namun terkadang doa tidak ada pengaruhnya dikarenakan:
1. Lemahnya doa yang dia panjatkan karena dia mendoakan sesuatu yang tidak Allah Ta'ala sukai dan pada doa itu terkandung permusuhan.
2. Lemahnya qalbu yang tidak menghadap kepada Allah Ta'ala dan tidak mencurahkan pikiran sepenuhnya ketika berdoa. Maka kedudukan doa tersebut seperti busur yang tali busurnya sudah kendor, yang tatkala dilepaskan anak panah akan melesat dengan lemah.
3. Adanya penghalang dari terkabulnya doa. Di antaranya mengkonsumsi sesuatu yang haram, noda-noda dosa di dalam qalbu, dirinya penuh dengan kelalaian, syahwat, perbuatan sia-sia, yang itu semua menguasai dirinya.
Sebagaimana disebutkan dalam Mustadrak al-Hakim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, dari nabi shallallahu'alaihi wasallam,
"Berdoalah kepada Allah, sedangkan engkau merasa yakin akan dikabulkan." (Riwayat Hakim)
Dari Abdullah bin Amr bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Hati itu laksana wadah dan sebahagian wadah ada yang lebih besar dari yang lainnya, maka apabila kalian memohon kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya sedangkan kamu merasa yakin akan dikabulkan karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai." (Musnad Ahmad 2/177, Mundziri dalam kitab Targhib 2/478, Al-Haitsami dalam Majma Zawaid 10/148)
Ketahuilah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan mengabulkan doa dari qalbu yang lalai. Doa adalah obat yang bermanfaat untuk menghilangkan penyakit atau masalah. Akan tetapi lalainya qalbu dari Allah Azza wa Jalla akan meruntuhkan kekuatan doa tersebut. Demikian pula mengkonsumsi sesuatu yang haram akan meruntuhkan kekuatan doa dan akan melemahkannya.
Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, dari nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ! إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ. فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِن الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ. وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik, dan Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman apa yang Dia perintahkan terhadap para rasul. Allah berfirman, 'Wahai para rasul, makanlah makanan yang baik-baik dan berbuatlah amalan shalih, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui segala yang kalian perbuat.' Dan Allah berfirman, 'Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang Kami rizkikan kepada kalian.' Kemudian beliau menyebutkan tentang seseorang yang menempuh perjalanan panjang dalam keadaan kusut masai rambutnya dan berdebu, menadahkan kedua tangannya ke langit, 'Wahai Rabbku, wahai Rabbku!', sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan disuapi dengan sesuatu yang haram. Bagaimana bisa dikabulkan doanya?" (HR. Muslim no. 1015)
Dan Abdullah ibnu Ahmad menyebutkan di dalam kitab az-Zuhd milik bapaknya,
"Tatkala Bani Israil terkena bencana, merekapun keluar menuju suatu tempat. Maka Allah Azza wa Jalla mewahyukan kepada nabinya untuk mengkabarkan kepada mereka: Bahwasanya keluarnya kalian ke tempat yang tinggi untuk berdoa dengan badan yang najis, mengangkat tangan-tangan kalian yang berlumuran darah, dan kalian penuhi rumah-rumah kalian dari barang haram. Apakah sekarang kalian datang ketika bertambah dahsyat kemarahan-Ku atas kalian? Dan tidaklah akan bertambah dariku kecuali kejauhan."
Berkata Abu Dzar radhiyallahu'anhu, "Doa itu perlu kebajikan sebagaimana makanan perlu garam."
(Dinukil dari kitab ad-Da`u wad Dawa` aw al-Jawabul Kaafi, Penulis al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, hal. 7-8)
Sign up here with your email