Ikhtilaf Jama'iyyah

Simak kutipan nasehat berharga dari Syaikh Al Albani Rahimahullaah dalam perkara ikhtilaf jama'iyyah...

Bismillah.

Dalam menyikapi permasalahan perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan ulama dalam masalah penentuan puasa arafah dan hari raya 'iedul adha ini, ada sebuah ungkapan yang sangat indah dari Syeikh Albani -rahimahullah- tatkala menjelaskan fikih hadist dari kitab beliau "silsilah hadist as-shohihah", pada nomer hadist ke 224 :

الصوم يوم تصومون، و الفطر يوم تفطرون، و الأضحى يوم تضحون. (رواه الترمذي)

Berpuasa adalah hari kaum muslimin berpuasa, dan berbuka adalah hari kaum muslimin berbuka, dan berkurban adalah hari kaum muslimin berkurban. (HR. Tirmidzi)

FIKIH HADIST :

Beliau -rohimahullah- setelah menjelaskan tafsir para ulama ahlu hadist mengenai hadist ini, yang menerangkan bahwasannya, perkara ibadah yang sifatnya jam'iyah (bersama-sama) hendaklah dilaksanakan bersama-sama jama'ah kaum muslimin, dan wajib bagi yang bersendirian untuk mengikuti pemimpin mereka. Kemudian berkata :

" Ketentuan seperti inilah yang layak bagi syariat yang samahah ini yang salah satu tujuannya adalah persatuan ummat dan bersatunya mereka dalam satu barisan, serta menjauhkan segala usaha untuk memecah belah umat dengan adanya pendapat-pendapat individu. Pendapat-pendapat individu (walaupun dianggap benar), dalam perkara ibadah jama'iyyah seperti puasa, shalat jama'ah, pendapat-pendapat itu tidak teranggap dalam syariat.

Tidakkah anda lihat para sahabat Nabi bermakmum kepada sahabat yang lain? Padahal diantara mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh wanita, menyentuh kemaluan, keluar darah adalah pembatal wudhu sedangkan sebagiannya tidak berpendapat demikian. Sebagian mereka ada yang shalat dengan rakaat sempurna ketika safar, dan ada yang meng-qashar. Namun ikhtilaf ini tidak membuat mereka enggan bersatu dalam satu shaf shalat dan menjadi makmum bagi yang lain dan tetap menganggap shalatnya sah. Itu karena mereka mengetahui bahwa berpecah-belah dalam masalah agama itu lebih buruk daripada kita menyelisihi sebagian pendapat.

Pernah terjadi di antara mereka, sebuah kasus adanya sahabat yang enggan mengikuti pendapat imam yang berkuasa dalam sebuah masyarakat yang besar di Mina. Bahkan sampai ia enggan beramal dengan pendapat sang imam secara mutlak karena khawatir terjadi keburukan jika beramal sesuai dengan pendapat sang imam. Abu Daud (1/307) meriwayatkan

أن عثمان رضي الله عنه صلى بمنى أربعا، فقال عبد الله بن مسعود منكرا عليه: صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم ركعتين، ومع أبي بكر ركعتين، ومع عمر ركعتين، ومع عثمان صدرا من إمارته ثم أتمها، ثم تفرقت بكم الطرق فلوددت أن لي من أربع ركعات ركعتين متقبلتين، ثم إن ابن مسعود صلى أربعا! فقيل له: عبت على عثمان ثم صليت أربعا؟ ! قال: الخلاف شر

'Utsman bin 'Affan radhiallahu'anhu shalat di Mina empat raka'at. Maka Ibnu Mas'ud pun mengingkari hal ini dan berkata: "Aku pernah shalat bersama Nabi Shallallahu'alahi Wasallam dua raka'at (diqashar), bersama Abu Bakar dua raka'at, bersama Umar dua rakaat, dan bersama 'Utsman di awal pemerintahannya, beliau melakukannya dengan sempurna (empat raka'at, tidak diqashar). Setelah itu berbagai jalan (manhaj) telah memecah belah kamu semua. Dan aku ingin sekiranya empat raka'at itu tetap menjadi dua raka'at. Namun setelah itu Ibnu Mas'ud shalat empat raka'at. Ada yang bertanya: 'Ibnu Mas'ud, engkau mengkritik Utsman namun tetap shalat empat raka'at?'. Ibnu Mas'ud menjawab: 'Perselisihan itu buruk'"

Sanad hadits ini shahih, diriwayatkan juga oleh Ahmad (5/155) semisal ini dari sahabat Abu Dzar radhiallahu'anhu.

Renungkanlah hadits ini dan juga atsar yang kami sebutkan, khususnya bagi orang-orang yang selalu saja berselisih dalam shalat mereka, tidak mengikuti para imam masjid. Terutama dalam shalat witir di bulan Ramadhan, dengan alasan beda madzhab. Sebagian mereka juga ada yang menyerukan ilmu falak, lalu mereka berlebaran sendiri lebih dahulu atau lebih akhir daripada mayoritas kaum muslimin, karena menggunakan pendapat dan ilmu falak mereka. Dengan sikap acuh-tak-acuh mereka menyelisihi kaum muslimin. Hendaknya mereka ini merenungkan ilmu yang kami sampaikan, mudah-mudahan mereka bisa memahaminya. Sebagai obat dari kejahilan dan ketertipuan mereka. Sehingga akhirnya mereka bisa bersatu dalam barisan bersama kaum muslimin yang lain, karena tangan Allah bersama Al Jama'ah." (Lihat Maktabah Syamilah dalam kitab Silsilah Ahadits Shahihah, 1/445)

Allahu 'alam bis showab.

Previous
Next Post »
"Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).