Jenis-jenis Tawassul: Syar'i, Bid'ah dan Syirik

Tawasul ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah dan ketaatan kepada-Nya dan mengikuti petunjuk Nabi-Nya serta mengamalkan seluruh hal yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, atau dalam arti lain melaksanakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendapat ridho serta surga-Nya.

Tawasul terbagi menjadi tiga macam, ada yang syar'i ada yang bid'ah adapula yang syirik.

Tawasul Syar'i

Hanya tawasul jenis ini yang diperbolehkan karena tidak mengandung kesyirikan dan dicontohkan oleh Rasullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu 'anhum. Tawasul dalam kategori ini ada 3 bentuk

1. Tawasul dengan Zat Allah nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta'ala :

وَلِلَّـهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُ‌وا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan" [QS. Al A'raf : 180]

Nabi Muhammad juga berdo'a : “… Aku memohon dengan setiap nama-Mu, yang Engkau memberi nama diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu…” [HR Ahmad, disohihkan Al-Albani]

2. Tawasul dengan amal-amal sholih yang pernah dilakukan.

Terdapat kisah dalam hadis sohih tentang tiga orang yang terjebak dalam gua tidak bisa keluar karena mulut gua tertutup oleh batu sehingga masing masing mereka berdoa kepada Allah dengan bertawasul dengan amalan sholih yang pernah mereka kerjakan hingga Allah keluarkan mereka dari gua tersebut.

Hal ini juga dicontohkan oleh Nabi Ibrahim 'alaihi salam :

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَ‌اهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَ‌اهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَ‌ا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّ‌كَّعِ السُّجُودِ

"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". [QS. Al Baqarah : 125].

3. Bertwasul dengan doa orang sholih yang masih hidup.

Hal ini pernah dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu tatkala terjadi paceklik di kota Madinah beliau meminta doa paman Nabi Al Abbas bin Abdul Mutholib bukan dengan Nabi dikarenakan beliau telah wafat. Begitu juga yang dilakukan Ukasyah ketika meminta Nabi Muhammad agar mendoakannya termasuk dari golongan yang masuk surga tanpa dihisab.
Allah juga mengisahkan kisah saudara-saudara yusuf dalam Al Qur'an :

قَالُوا يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ‌ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ ﴿٩٧﴾ قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ‌ لَكُمْ رَ‌بِّي ۖ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ‌ الرَّ‌حِيمُ

"Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". (97) Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". [QS. Yusuf : 97-98]

Tawasul Bid'ah

Tawasul jenis ini termasuk katagori tawasul yang diharamkan, bahkan dapat menjerumuskan pelakunya kedalam kesyirikan. Tawasul jenis ini adalah tawasul yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi maupun para Sahabat seperti bertawasul dengan kedudukan Nabi Muhammad atau para wali, contohnya ketika seseorang berkata : "Ya Allah demi kedudukan Nabi-Mu, demi kedudukan wali fulan….", hal ini terlarang karena dua alasan :

Pertama : Dia telah bersumpah dengan selain Allah, sedangkan bersumpah dengan selain Allah adalah haram dan termasuk syirik kecil.

Kedua : Orang tersebut berkeyakinan bahwa orang lain berhak atas diri Allah, padahal Allah lah yang maha kuasa tidak ada seorang pun berhak atas diri Allah 'azza wa jalla.

Tawasul Syirik

Tawasul jenis ini tentu saja haram dan dapat membatalkan keislaman seseorang dan menyebabkan pelakunya kekal di neraka. Tawasul jenis ini yang dilakukan oleh kaum musyrikin, mereka berdoa kepada selain Allah seperti batu, pepohonan, jasad para nabi atau wali yang telah meninggal.

Allah mengisahkan dalam Al – Qur'an :

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّ‌بُونَا إِلَى اللَّـهِ زُلْفَىٰ

"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". [QS. Az Zumar : 3]

Dalam ayat lain Allah menyebutkan :

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّـهِ مَا لَا يَضُرُّ‌هُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللَّـهِ ۚ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّـهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْ‌ضِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِ‌كُونَ

"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu)". [QS. Yunus : 18]

Kedua ayat di atas menggambarkan kondisi kaum musyrikin di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Mereka menyembah selain Allah sebagai perantara, mendekatkan mereka kepada Allah dan memberi syafaat bagi mereka. Mereka tidak semata-mata meminta kepada sesembahan mereka, namun sesembahan mereka hanyalah sebagai perantara dan pemberi syafaat. Kondisi ini sama persis dengan yang dilakukan kaum musyrikin zaman kita. Mereka menganggap wali yang sudah meninggal dapat menjadi perantara dan pemberi syafaat bagi mereka.

Allahu A'lam

Sumber: Gemaislam
Previous
Next Post »
"Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).