Penyelam Ulung, Inspirasi Iman


Alkisah, ada seorang penyelam yang ulung. Pada suatu hari ia disuruh oleh majikannya untuk mencari mutiara yang ada di dasar laut. Ia disuruh mencari mutiara sebanyak-banyaknnya yang nantinya karena akan dibeli oleh sang majikan sendiri dengan harga yang sangat mahal. Penyelam itu juga diberikan bekal oksigen secara cuma-cuma oleh majikannya. Sang Penyelam dengan gembira dan optimis menyatakan kesanggupannya, ia berjanji akan membawa mutiara yang banyak dari hasil penyelamannya nanti.

Di dasar laut niat penyelam terbagi karena begitu takjub dan tergoda dengan keindahan lautan. Ada ikan-ikan kecil yang warna-warni serta panorama dasar laut yang indah, sampai tak terasa waktu-pun berlalu. Ia segera ingat tugasnya untuk mencari mutiara. Tanpa ia sadari bahwa tabung udara di punggungnya hampir habis.

Lalu penyelam ini merasa kebingungan karena mutiara yang diambil baru sedikit untuk dimasukkan ke jaring. Belum banyak ia kumpulkan mutiara, tiba-tiba dadanya sesak sebab tabung udara telah habis, segera ia naik ke arah permukaan. Ketika berenang ke permukaan ia lupa jaringnya belum diikat. Hingga akhirnya sedikit yang bisa diambil oleh penyelam ini dan majikannya tidak mengizinkan untuk kembali menyelami lautan.

Ini merupakan suatu perumpamaan dalam hidup kita, majikan ibarat Allah yang memerintahkan sesuatu, dalam kisah diperintahkan mencari mutiara itu ibarat syariat yang dibuat oleh-Nya. Oksigen ibarat nafas kita, lautan dan segala keindahannya ibarat dunia dan keindahannya. Terkadang kita terlalaikan dengan keindahan dunia dan lupa akan kewajiban dari-Nya. Hingga pada suatu ketika telah tiba waktu kita berpisah dengan segala yang ada di dunia, apa yang dijadikan bekal ternyata hanyalah sedikit. Sebagaimana dalam kisah mutiara itu dimasukkan ke dalam jaring dan lupa untuk mengikat jaring tersebut. Pengikat jaring itu suatu ibarat keikhlasan yang luntur karena berbagai hal yang bersifat duniawi.

Akhirnya adalah penyesalan seraya berkata “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (QS: Al-Fajr: 24). Setiap yang bernafas akan mengalami kematian yang dipertangunggjawabkan hanyalah amal shalih yang diterima oleh-Nya. Sehingga apapun yang dilakukan perlu kita sadari sebagai manusia akhir-akhirnya ialah ajal yang menjemput. Jabatan, harta, tak lagi berguna manakala ajal menjemput kita. Mari kita benahi hidup kita.

Previous
Next Post »
"Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).